Kelas xi
makalah SKI tentang sejarah kerajaan Bani Umayyah dan kerajaan bani Abbasiyah
by
A. Taufik
January 27, 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat pertama kali ada, umat islam di pimpin langsung oleh Rasulullah SAW. Setelah beliau wafat, maka kepemimpinan di serahkan kepada Khulafaurrasyidin. Setelah masa khulafarurrasyidin, maka beberapa golongan umat islam membuat kerajaan. Diantaranya dalah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. bagaimana sejarah kerajaan Bani Abbasiyah?;
2. bagaimana sejarah kerajaan Bani Umayyah?.
C. TUJUAN PENULISAN
1. untuk mengetahui sejarah kerajaan Bani Abbasiyah;
2. untuk mengetahui sejarah kerajaan Bani Umayyah.
BAB II PEMBAHASAN
A. KERAJAAN BANI ABBASIYAH
Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
1. MASA KEEMASAN
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, di antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut di mana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan hadits nabi yang mendukung pendapatnya.
Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.
Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala[7], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, di mana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
2. PENURUNAN
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.
Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Namun, salah satu penerus bani umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-dakhil dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan bani abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat islam disana masih setia dengan bani umayyah. Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
3. BANI UMAYAH DI ANDALUSIA
Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), di mana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Muehehehe Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Kemudian pasukan Islam di bawah pimpinan Musa bin Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, di mana sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini ia ditahan oleh Charles Martel, yang kemudian dikenal dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth adalah ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
B. KERAJAAN BANI ABBASIYAH
1. Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang-orang Abbasiyah sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun.
1. Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
2. Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman
3. Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut.
a. Bani Abas (750-932 M
1. Khalifah Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
2. Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
3. Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
4. Khalifah Al Hadi (775-776 M)
5. Khalifah Harun Al-Rasyid (776-809 M)
6. Khalifah Al-Amin (809-813 M)
7. Khalifah Al-Makmun (813-633 M)
8. Khalifdah Al-Mu’tasim (833-842 M)
9. Khalifah Al-Wasiq ( 842-847 M)
10. Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)
11. Dst ...
b. Bani Buwaihi (932-107 5M)
1. Khalifah Al-Kahir (932-934 M)
2. Khalifah Ar-Radi (934-940 M
3. Khalifah Al-Mustaqi (943-944 M)
4. Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)
5. Khalifal Al-Mufi (946-974 M)
6. Dst …
c. Bani Seljuk
1. Khalifah Al-Muktadi (1075-1048 M)
2. Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
3. Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)
4. Dst …
Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a. Periode Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi. Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
b. Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua, profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c. Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.
d. Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.
e. Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini,Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.
2. KEMAJUAN BANI ABBASIYAH
Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki perkembangan dan kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan “The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut :
1. Bidang Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja.
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan, maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian tersebut ialah (1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request).
Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode Abbasiyah antara lain, Diwan al-Syurtha (Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-Surtha yang beda dengan zaman Umayyah, mereka terbagi tugasnya sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka paling utama adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa masyarakat. Sementara itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.
Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki tugas masing-masing dalam pemerintahan daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan yang sangat penting. Demi kelancaran admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam beberapawilayah administrasi yang dapat disebut provinsi dan masing-masing provinsi yang dikepalai seorang Amir yang melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. Khalifah yang mengangkat dan memecat atau memindahkan ke Provinsi lain. Pada umumnya, pendapatan provinsi digunakan untuk provinsi dan sisanya di kirim ke pemerintah pusat.
2. Dalam Bidang Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti efektif. Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki.
3. Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam ma’had.
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong kepada paham Mu’tazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi pendidik anak-anak Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara pada masa Khalifah Ma’mun (827 M). Mu’tazilah adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih menggunakan rasio baik dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan dengan ajaran Islam. Inilah faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan melalui Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa Barat Daya seperti Seville, Cordova, al-Hamra.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat Islam, semasa Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Qur’an dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum. Sedangkan perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain lain.
4. Bidang Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa arab.
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdadsebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua kedua.
Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang yang telah dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul ulama-ulama besar.
Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di dunia Islam.
3. FAKTOR PENYEBAB KEMUNDURAN BANI ABBASIYAH
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran. Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah diantaranya sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini mulai mengalami kemunduran. Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah.
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.
Dalam buku yang ditulis Abu Su’ud[34], dijsebutkan faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain : (1) adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. (2) terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah. (3) munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
b. FaktorEksternal
Disamping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M) dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat mengganggu di wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.
Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Baghdad selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, makahilanglah Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.
Sedangkan faktor ekstern[38] yang terjadi adalah (1) berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan, dan yang paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
BAB III KESIMPULAN
Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam.
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran. Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah
http://www.kumpulanmakalah.com/2015/11/dinasti-abbasiyah.html
Post a Comment
0 Comments