BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak peristiwa-peristiwa pasca kemerdekaan yang mengancam integerasi bangsa salah satunya adalah agresi militer belanda I dan Perjanjian Renvile. Sebagai warga negara yang tidak melupakan sejarah, penting bagi kita untuk mengetahui peristiwa agresi militer Belanda dan Perjanjian Renvile.
B. RUMUSAN MASALAH
1. apa yang menjadi latar belakang peristiwa agresi militer Belanda I ?;
2. bagaimana kronologis peristiwa agresi Militer Belanda I ?;
3. bagaimana dampak yang di timbulkan agresi militer Belanda I ?;
4. apa yang menjadi latar belakang perjanjian Renvile ?;
5. apa saja isi perjanjian Renvile ? dan;
6. apa dampak perjanjian Renvile?.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang peristiwa agresi militer Belanda I;
2. Untuk mengetahui bagaimana kronologis peristiwa agresi Militer Belanda I;
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak agresi militer Belanda I;
4. Untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang perjanjian Renvile;
5. Untuk mengetahui apa saja isi perjanjian Renvile dan;
6. Untuk mengetahui apa dampak perjanjian Renvile.
BAB II PEMBAHASAN
A. AGRESI MILITER BELANDA I
"Operatie Product" (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.
1. LATAR BELAKANG AGRESI MILITER BELANDA I
Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H. J. van Mook menyampaikan pidato radio yang menyatakan bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.
2. TUJUAN AGRESI MILITER BELANDA I
Agresi militer pertama yang dilakukan oleh Belanda mengandung beberapa tujuan yang harus mereka selesaikan. Adapun tujuan dari agresi militer ini adalah sebagai berikut:
a. Bidang Politik : Bertujuan untuk mengepung wilayah ibu kota Republik Indonesia dan menghilangkan de facto Republik Indonesia dengan menghapus RI dari peta.
b. Bidang Ekonomi: Menguasai daerah penting meliputi Jawa Timur dan Jawa Barat yang merupakan penghasil pangan serta daerah Sumatera yang dapat menghasilkan pertambangan dan perkebunan.
c. Bidang Militer : Menghapus TNI/TKR yang sudah ada di Indonesia.
3. KRONOLOGI PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA I
Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama . Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling|pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera Barat.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan.
Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.
Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggarjati.
Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan.
Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
4. DAMPAK AGRESI MILITER BELANDA I
Dampak dari terjadinya Agresi Militer Belanda 1 cukup merugikan Republik Indonesia. Dampak negatif Agresi Militer yaitu perekonomian Indonesia terganggu akibat dikuasainya objek-objek vital salah satunya perkebunan yang cukup luas, selain itu pembantaian rakyat Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Belanda pada 1948 yang mengakibatkan banyaknya korban pembunuhan.
Sementara itu dampak positif dari agresi militer Belanda 1 adalah posisi Indonesia naik di mata dunia karena banyak negara-negara yang simpati terhadap Indonesia. Contohnya negara dari Liga Arab yang kemudian mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 November.
B. PERJANJIAN RENVILLE
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Perjanjian ini diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946. Perjanjian ini berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook.
1. LATAR BELAKANG PERJANJIAN RENVILLE
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi gencatan sen jata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jendral Van Mook dari Belanda memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus. Pada 25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat bahwa Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai dengan membentuk Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih oleh Indonesia, dan Amerika Serikat yang disetujui kedua belah pihak.
Pada 29 Agustus 1947, Belanda memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapatwilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.
2. DELEGASI
Perjanjian diadakan di wilayah netral yaitu di atas kapal USS Renville milik Amerika Serikat dan dimulai tanggal 8 Desember 1947.
a. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, dan Johannes Leimena sebagai wakil.
b. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo.
c. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
3. GENCATAN SENJATA
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tetapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.
4. PIHAK YANG HADIR PADA PERUNDINGAN RENVILLE
a. Delegasi Indonesia di wakili oleh Amir syarifudin (ketua), Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.
b. Delegasi Belanda di wakili oleh R.Abdul Kadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H..A.L. Van Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan Mr.Dr.Chr.Soumokil.
c. PBB sebagai mediator di wakili oleh Frank Graham (ketua), Paul Van Zeeland, dan Richard Kirby.
d. Belanda berdaulat atas Indonesia sebelum Indonesia mengubah menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat)
5. ISI PERJANJIAN
a. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
b. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
c. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
6. PASCA PERJANJIAN
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Divisi ini mendapatkan julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.
Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Akibat dari Perjanjian Renville itu pula, pasukan dari Resimen 40/Damarwulan, bersama batalyon di jajarannya, Batalyon Gerilya (BG) VIII Batalyon Gerilya (BG) IX, Batalyon Gerilya (BG) X, Depo Batalyon, EX. ALRI Pangkalan X serta Kesatuan Kelaskaran, dengan total pengikut sebanyak tidak kurang dari 5000 orang, juga Hijrah ke daerah Blitar dan sekitarnya. Resimen 40/Damarwulan ini kemudian berubah menjadi Brigade III/Damarwulan, dan batalyonnyapun berubah menjadi Batalyon 25, Batalyon 26, Batalyon 27. Setelah keluarnya Surat Perintah Siasat No I, dari PB Sudirman, yang mengharuskan semua pasukan hijrah pulang dan melanjutkan gerilya di daerah masing-masing, Pasukan Brigade III/Damarwulan, di bawah pimpinan Letkol Moch Sroedji ini, melaksanakan Wingate Action, dengan menempuh jarak kurang lebih 500 kilometer selama 51 hari
BAB III KESIMPULAN
A. AGRESI MILITER BELANDA I
Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak.
Tujuan Agresi Militer Belanda I adalah:
a. Bidang Politik : Bertujuan untuk mengepung wilayah ibu kota Republik Indonesia dan menghilangkan de facto Republik Indonesia dengan menghapus RI dari peta.
b. Bidang Ekonomi: Menguasai daerah penting meliputi Jawa Timur dan Jawa Barat yang merupakan penghasil pangan serta daerah Sumatera yang dapat menghasilkan pertambangan dan perkebunan.
c. Bidang Militer : Menghapus TNI/TKR yang sudah ada di Indonesia.
Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama . Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggarjati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question. Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
Dampak dari terjadinya Agresi Militer Belanda 1 cukup merugikan Republik Indonesia. Dampak negatif Agresi Militer yaitu perekonomian Indonesia terganggu akibat dikuasainya objek-objek vital salah satunya perkebunan yang cukup luas, selain itu pembantaian rakyat Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Belanda pada 1948 yang mengakibatkan banyaknya korban pembunuhan. Sementara itu dampak positif dari agresi militer Belanda 1 adalah posisi Indonesia naik di mata dunia karena banyak negara-negara yang simpati terhadap Indonesia. Contohnya negara dari Liga Arab yang kemudian mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 November.
B. PERJANJIAN RENVILLE
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi gencatan sen jata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jendral Van Mook dari Belanda memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus. Pada 29 Agustus 1947, Belanda memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapatwilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.
Perjanjian diadakan di wilayah netral yaitu di atas kapal USS Renville milik Amerika Serikat dan dimulai tanggal 8 Desember 1947.
a. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, dan Johannes Leimena sebagai wakil.
b. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo.
c. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Pihak yang menghadiri perjanjian renville :
a. Delegasi Indonesia di wakili oleh Amir syarifudin (ketua), Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.
b. Delegasi Belanda di wakili oleh R.Abdul Kadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H..A.L. Van Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan Mr.Dr.Chr.Soumokil.
c. PBB sebagai mediator di wakili oleh Frank Graham (ketua), Paul Van Zeeland, dan Richard Kirby.
Isi perjanjian Renville
a. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
b. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
c. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Divisi ini mendapatkan julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber http://sumbersejarah1.blogspot.co.id/2017/05/sejarah-agresi-militer-belanda-i.html#ixzz4xavLnrCZ
https://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I
https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville
klik tombol download dibawah unutk men-download file docx (microsoft word siap print) makalah ini
Post a Comment
0 Comments