Kelas xi
makalah SKI tentang sejarah Bani Abbasiyah dari berdiri sampai runtuh
by
A. Taufik
September 07, 2020
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama tiga abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabiyyah dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.
Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah kekhalifahan bani Abbasiyah?;
2. Apa saja kemajuan peradaban bani Abbasiyah?;
3. Siapa saja khalifah terkenal bani Abbasiyah?.
C. TUJUAN PENULISAN
1. utnuk mengetahui sejarah kekhalifahan bani Abbasiyah;
2. untuk mengetahui kemajuan yang berhasil di capai peradaban bani Abbasiyah;
3. untuk mengetahui khalifah terkenal bani abbasiyah
BAB II PEMBAHASAN
A. PROSES LAHIRNYA BANI ABBASIYAH
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M). Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.
Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
B. FASE-FASE PEMERINTAHAN BANI ABBASIYAH
1. Fase Pembentukan tahun 750M -847M = 132H-232 H
Disebut pengaruh Persia pertama yaitu berlanjut dari kekuasaan khalifah pertama Abu Abbas assafah tahun 750 M =132 H sampai khalifah ke 9 (al Wastsiq ) tahun 847 M = 232 H. Abu Abbas assafah dan Abu Ja’far al-Mansur khalifah pertama dan kedua di sebut sebagai peletak pondasi yang kuat. Abu Abbas dengan sikap tegas dan beraninya mampu mengusir paksa semua bekas keturunan Muawiyah dari wilayah yang baru direbutnya dari kekuasaan Bani Umayyah, sehingga wilayah Islam Abbasiyah pada saat itu menjadi aman dan kondusif.
Sedangkan khalifah Abu Ja’far al-Mansur dikenal sebagai penerus kebijakan khalifah pertama dengan merintis berdirinya, baitul hikmah (pepustakaan). Abu Ja’far juga yang membuat kebijakan memindahkan ibu kota Abbasiyah dari Damaskus ke wilayah yang lebih luas dan jauh dari pengaruh Bani Umayyah I yaitu Baghdad di wilayah Persia.
Khalifah Harun al-Rasyid, khlifahah ke-5 membangun peradaban ilmu pengetahuan dengan menyediakan berbagai fasilitas pendidikan bagi masyarakat luas, mahasiswa, ulama atau para para pencinta ilmu pegetahuan. Harun al-Rasyid membangun lembaga-lembaga pendidikan seperti kuttab, madrasah dan perguruan tinggi seperti Universitas Nizamiah, Universitas Naisabur dan lain sebagainya. Mahasiswa, Ulama, Guru dan pemerhati ilmu pengetahuan yang ingin talabul ilmi (belajar) dibayar oleh pemerintah dan disediakan tempat penginapan di dalam Baitul Hikmah yang dibangun dengan diameter yang sangat luas. Tercatat ada 3 khalifah yang berkuasa pada masa puncak dan kegemilangan peradaban Islam ini. Pada masa ini para pencari ilmu dari Eropa datang dari wilayah Inggris dan Prancis untuk thalabul ilmi dari Islam, mereka datang ke Andalusia, seperti di Toledo University, Sevilla Unversity, Granada University dan Kordova University. Di Abbasiyah mereka datangi Nizamiyah University, Sammara University, Naisabury University.
Mereka para pelajar dari Eropa itu belajar sambil mengamati suasana perkembangan ilmu pengetahuan seperti penulisan ilmu pengetahuan oleh ulama-ulama Islam, dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan terutama baitul hikmah yang didirikan hampir di semuah kota-kota kekuasaan Abbasiyah. Selesai dari belajar di kota-kota Islam mereka kemudian mengembangakan ilmu dan pengalaman belajar di kota-kota Islam dengan mendirikan lembaga pengajian yang diberi nama House of Wisdom di Inggris dan Prancis.
Kegiatan belajar yang menonjol lainnnya adalah penerjemahan bukubuku Filsafat Yunani dan buku-buku asing, dengan cara menyewa para ahliahli bahasa yang beragama Kristen dan penganut agama lainnya. Fase ini juga dikembangkan oleh khalifah Harun al-Rasyid sebagai wujud kepedulian sosial Bani Abbasiyah . Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Di kota Bagdad pada saat itu telah tersedia paling sedikit 800 orang dokterdi. Permandian-permandian umum juga dibangun sebagai sarana umum di sediakan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mempergunakan fasiitas-fasilitas tersebut secara bebas.
Fase ini disebut dengan pengaruh Persia karena beberapa khalifah yang berkuasa berkebangsaan Persia, sepeti al-Amin dan al-Makmum putra dari Harun al-Rasyid ibunya orang Persia dan beberapa khalifah lainnnya. Meskipun pada fase ini khalifah al-Muktasim mulai memberi peluang kepda bangsa Turki untuk berkiprah dalam pemerintahan Abbasiyah sebagai tentara pengawal khalifah dan pengawal istana.
2. Fase kedua Tahun 232 H – 334 H = 847 M – 945 M
Fase kedua ini di kenal dengan pengaruh kekuasaan Turki pertama Fase ini di mulai dari khalifah ke sepuluh Al Mutawakkil. Pada fase ini perkembaangan peradaban masih bisa berkembang akan tetpi tidak sepesat sepesati fase sebelumnya. Peradaban ilmu dan peradaban lainnya, seperti membanguun istana, mesjid, dan kota masih tetap berjalan baik. Baru pada ahir abad ke 9 pada saat di wilayah Islam yang begitu luas terjadi disintegrasi atau pecahnya kekuasaan Islam menjadi wilayah-wilayah kecil yang lepas dan merdeka dari pemerintahan Abbasiyah sebagai pusat pemerintahan Islam, pada waktu itu proses pengembangan peradaban mulai menurun, tetapi para pelajar dari eropa masih berbondong-bondong belajar di pusat-pusat peradaban baik di Bahgdad maupun di kota-kota di Andalusi. Dalam hitungan para pakar sejarah, bahwa masa ini masih masuk dalam masa kejayaan peradaban Islam. Fase ini banyak pembesar istana berasal dari bangsa Turki, terutama yang bekerja sebabai pengawal istana dan pengawal khalifah
3. Fase ketiga tahun 334 H -447 H = 945 -1055 M
Fase pengaruh dinasti Buwaihi atau di sebut juga pengaruh Persia kedua ini dikenal dengan masa disintegrasi di kekuasaan dinasti Abbasiyah dan Mulukt Tawaif di dinasti Umaiyah 2 Andalusia. Wilayah - wilayah jauh Abbasiyah seperti di Afrika Utara, dan diIndia minta merdeka dari Abbasiyah. Tuluniyah dan Fatimiyah di Mesir, serta Idrisi di Maroko dan Sabaktakim di India mengumumkan merdeka dan lepas dari kekuasaan Pusat Abaiyah. Pada fase ini perkembangan ilmu masih berjalan meskipu sudah menurun. Mahasiswa dari eropa tetap masih belajar di pusat pusat peradan Islam baik diBahgdad maupun di Andalusia masih diramaikan dengan kegiatan belajar mengajar. Karya karya monumental dari Muhammad al khawarizmi, al gibra= al jabar dalambidang matematika dan logaritma serta karya ad Dawa, al Qonun fil Tbb, asy syifa dari ilmuan Umaiyah Andalusia seperti Ibnu Sina, Ibnu Zuhr mash menjadi idola para pelajar eropa untuk mempelajarinya.
4. Fase keempat tahun 447H -590H =tahun 1055M – 1194 M
Dalam sejarah fase keempat ini disebut degan fase kekuasaan bani Saljuk atau dalam sejarah sering juga di sebut juga dengan nama fase pengaruh Turki kedua. Kegiatan ilmu pengetahuan masih berjalan yang di kebangkan oleh Bani Abbasiyah dan Umaiyah Andalusia, meskipun bersifat konserfativ atau berjalan di tempat. Diwilayah Islam seprti Mesir telah berkobar perang salib mengahadapi kaum Nasrani yang berlansung selama 2 abad. Menarik untuk dicermati dalam sejarah bahwa, orang-orang Nasrani pada waktu itu selain berperang dengan umat Islam dalam perang salib, mereka juga belajar di universitas-universitas Islam yang masih bertahan dengan proses belajar mengajar.
5. Fase kelima tahun 590H -656H = tahun 1194M- 1258M
Fase ini di kenal dalam sejarah perkembangan Islam sebagai fase lemah sampai fase hancurnya kekuasaan Islam Abbasiyah. Setelah terjadi disintegras dan perang salib dalam wilayah Islam, maka kekuasaan Islam Abbasiyah di Bahgdad maupun kekuasaan Umaiyah 2 Analusia semakin menurun. Bahkan pada tahun 1258 M Abbasiyah di serang dan di bombarbir oleh kekuasaan Mongol dengan membakar sekian banyak fasilitas ilmu pengetahuan sertamembakar mati para ilmuanIslam Abbasiyah dengan cara membakar perpustakaan,sekolah-sekolahserta membakar fasilitas-fasiitas umum sampai hancur. Sedagkan pusat Peradaban Islam yang ada di wilayah Andalusia di serang dan dihancurkan oleh dua kerajaan Nasrani Aragon dan Castelia, maka lengkaplah kehancuran Islam pada fase ini. Kondisiperadaban islam di Bahgdad pada saat itu hancur lebur, dua sungai yang besar yang membelah kota Bahgdad, Trigis dan Eufhart hitambeberapa bulan lantara dibuangnya abu pembakaran peradaban itu ke dua sungai terebut. Setelah kejadian tragis itu makakekuasaan Islam yang selama 5 Abad lebih membangun peradaban dengan susah payah, telah takluk dan hancur binasa, suramlah peradaban Islam, lesuhlah wajah peradaban Islam dan berahirlah kegemerlapan peradaban Islam.
C. ZAMAN KEJAYAAN BANI ABBASIYAH
zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan pengganti Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid.
Di masa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama kesusastraan dan kebudayaan. Berbagai buku diantaranya dari India berhasil diterjemahkan seperti buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Buku lainnya seperti bku filsafat yunani, dalil dan dasar matematika dari India. Salah satu akibatnya adalah berkembangnya aliran pemikiran Muktazilah yang amat mengandalkan kemampuan rasio dan logika dalam dunia Islam. Pada masa itu juga hidup budayawan dan sastrawan masyhur seperti Abu Tammam (meninggal 845 M), Al-Jahiz (meninggal 869 M), Abul Faraj (meninggal 967 M) dan beberapa sastrawan besar lainnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan terarah pada sendi-sendi keilmuan, seperti Ilmu-ilmu Naqli dan Ilmu Aqli. Ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain. Dan juga berkembang ilmu-ilmu Aqli seperti Astronomi, Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah, Ilmu Alam, Geografi, Kedokteran dan lain sebagainya. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Popularitas Daulah Abbasiyah juga mencapai puncaknya di zaman Khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.
1. Gerakan penerjemahan
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk menerjemahkan bahasa asing diantaranya bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa DaulahAbbasiyah.
Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa.
Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Ar-Rasyid diganti nama menjadi Khizanah al-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa Al-Ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.
2. Dalam Bidang Filsafat
Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.
3. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
4. Dalam bidang Keagamaan
Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bir Ra’i dan Tafsir bil Ma’tsur. Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya.
Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi, karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al-Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan – bangunan yang berupa:
Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur..
Faktor-faktor Perkembangan Pada Masa Bani Abbasiyah.
Secara garis besar faktor yang menjadi penyebab Bani Abbasiyah mengalami kemajuan, adalah adanya kesadaran khalifah akan ilmu. sehingga dengan ilmu maka semua menggali kemajuan yang pesat, di antara faktor-faktornya antara lain:
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh india terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah Al Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
D. KEMUNDURAN BANI ABBASIYAH
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi awal kemunduran dunia Islam terjadi dengan proses kausalitas sebagaimana yang dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik internal, ketidak mampuan khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya, budaya hedonis yang melanda keluarga istana dan sebagainay, disamping itu juga terdapat ancaman dari luar seperti serbuan tentara salib ke wilayah-wilayah Islam dan serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Dalam makalah ini penulis akan membahas sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah serta dinamikanya.
Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai menurun dan akhirnya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu:
1. Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, sehingga benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).
b. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki. Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
c. Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
d. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. Setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya.
2. Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
1. Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.
2. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H).
Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan menghancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang. Dan Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim telah menandai babak akhir dari Dinasti Abbasiyah.
BAB III KESIMPULAN
Pada tahun 132 H/750 M beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
Fase pemerintahan bani Abbasiyah terbagi dalam 5 fase, yaitu fase pembentukan, fase kedua atau kekuasaan turki pertama, fase ke tiga atau pengaruh persia ke dua, fase ke empat atau kekuasaan bani saljuk, dan fase lemah sampai hancur.
zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan pengganti Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid.
Di masa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama kesusastraan dan kebudayaan. Berbagai buku diantaranya dari India berhasil diterjemahkan seperti buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim.
Kemajuan ilmu pengetahuan terarah pada sendi-sendi keilmuan, seperti Ilmu-ilmu Naqli dan Ilmu Aqli. Ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain. Dan juga berkembang ilmu-ilmu Aqli seperti Astronomi, Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah, Ilmu Alam, Geografi, Kedokteran dan lain sebagainya. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Faktor internal kemunduran bani Abbasiyah yaitu: perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, mucnulnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri, kemerosotan perekonomian dan munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme keagamaan.
Faktor eksternal kemunduran bani abbasiyah yaitu: perang salib, dan serangan bangsa monggol.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah
http://politik132.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-berdirinya-dinasti-abbasiyah.html
http://madrasahmania.blogspot.co.id/2017/02/proses-lahirnya-dan-fase-fase.html
https://hadisuyetno.wordpress.com/2016/06/04/masa-keemasan-bani-abasyiah/
https://youchenkymayeli.blogspot.co.id/2012/06/kemunduran-dan-kehancuran-dinasti.html
Kementrian agama RI, SKI, Direktorat jendaral pendidikan islam kemenag RI, Jakarta, 2015
Post a Comment
0 Comments