Kelas xi
Makalah PKN tentang dampak positif dan negatif dari pembagian kekuasaan negara Indonesia sebelum dan sesudah amandemen uud 1945
by
A. Taufik
August 30, 2018
MAKALAH
TENTANG
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI PEMBAGIAN KEKUASAAN SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945
DISUSUN OLEH
FIKMAKALAH.BLOGSPOT.COM
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,Karena berkat karuniaNya lah kami telah dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Dengan terselesainya penulisan karya tulis ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada guru bidang studi Yang telah banyak memberikan masukan kepada kami sehingga terselesainya Makalah ini., Serta kepada Orang tua dan teman-teman yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsug dalam menyelesaikan karya tulis ini.
kami menyadari keterbatasan ilmu, Penelitian dan pengalaman dalam membuat karya tulis ini, oleh karena itu, Masukkan berupa saran dan kritikan yang berguna sangat kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan juga para pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I PEDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
C. RUMUSAN MASALAH
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
KLIK2
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 ini, telah membawa implikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia, maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang ada.
Setiap sistem yang di gunakan pasti memiliki dampak baik itu positif maupun negatif, pada makalah ini, kami mencoba mencari tahu dampak positif dan negatif pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagiama pembagian kekuasaan sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945?
Apa dampak positif dan negatif dari pembagian kekuasaan sebelum dan sesudah amandemen uud 1945 ?
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mencari tahu bagiama pembagian kekuasaan sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945?
Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari pembagian kekuasaan sebelum dan sesudah amandemen uud 1945 ?
BAB II PEMBAHASAN
A. PEMBAGIAN KEKUASAAN SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945
1. MPR
Sebelum amandemen, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) merupakan lembaga tertinggi negara yang diberikan kekuasaan tak terbatas. Pada saat itu MPR memiliki wewenang untuk :
a. Membuat putusan yang tidak dapat ditentang oleh lembaga negara lain, termasuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pelaksanaaanya dimandatkan kepada Presiden.
b. Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
c. Meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan GBHN.
d. Memberhentikan presiden bila yang bersangkutan melanggar GBHN
e. Mengubah Undang-Undang Dasar.
f. Menetapkan pimpinan majelis yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
g. Memberikan keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah anggota MPR
h. Menetapkan peraturan tata tertib Majelis
2. DPR
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan rakyat yang tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR adalah Anggota Partai Politik peserta pemilu yang dipilih oleh rakyat. DPR tidak bertanggung jawab terhadap Presiden. Sebelum diadakannya amandemen, tugas dan wewenang DPR adalah:
a. Mengajukan rancangan undang-undang
b. Memberikan persetujuan atas Peraturan Perundang-undangan (Perpu)
c. Memberikan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
d. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa.
3. Presiden
Presiden adalah lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia, presiden menjabat sebagai kepala negara dan juga kepala pemerintahan. Sebelum amandemen dilakukan Presiden diangkat oleh MPR dan bertanggung jawab kepada MPR. Selain itu sebelum amandemen juga tidak dijelaskan adanya aturan mengenai batasan periode jabatan seorang presiden dan mekanisme yang jelas mengenai pemberhentian presiden dalam masa jabat. Selain itu pada masa sebelum amandemen, Presiden memiliki hak prerogatif yang besar
Adapun wewenang Presiden antara lain:
a. Memegang posisi dominan sebagai mandatori MPR
b. Memegang kekuasaan eksekutif, kuasaan legislatif dan yudikatif.
c. Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK
d. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam situasi yang memaksa
e. Menetapkan Peraturan Pemerintah
f. Mengangkat dan memberhentikan meteri-menteri
4. Mahkamah Agung (MA)
Sebelum amandemen Undang-undang Dasar 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan hanya oleh mahkamah agung. Lembaga mahkamah agung bersifat mandiri dan tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang kekuasaan lainnya. Wewenang sebelum amandemen
a. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi
b. Menguji peraturan perundang-undangan
c. Mengajukan tiga orang hakim konstitusi
d. Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk memberikan grasi dan rehabilitasi.
5. BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan)
Sebelum amandemen tidak banyak dijelaskan menenai BPK. BPK bertugas untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil dari pemeriksaan keuangan tersebut kemudian dilaporkan kepada DPR.
6. DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
DPA memiliki kewajiban untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan Presiden. DPA juga serta berhak untuk mengajukan usulan kepada pemerintah. Sama Seperti BPK, UUD 1945 tidak banyak menjelaskan tentang DPA.
KLIK3
B. PEMBAGIAN KEKUASAAN SETELAH AMANDEMEN
1. MPR
Setelah amandemen, MPR adalah lembaga tinggi negara yang memiliki kedudukan sejajar dengan lembaga tinggi lainnya. MPR juga kehilangan i wewenang untuk memilih presiden dan wakilnya. Selain itu diatur juga mengenai sistem keanggotaan MPR yaitu:
a. MPR terdiri atas Anggota DPR dan DPD .
b. Anggota MPR memiliki masa jabat selama 5 tahun.
c. Mengucapkan sumpah atau janji sebelum menjalankan amanat sebagai anggota MPR
Tugas dan Wewenang MPR setelah amandemen:
a. Amandemen dan menetapkan Undang-Undang Dasar
b. Melantik Presiden dan wakil Presiden yang dipilih lewat Pemilu
c. Memutuskan usulan yang diajukan DPR berdasarkan keputusan MK dalam hal pemberhentian presiden atau wakilnya
MPR diharuskan untuk bersidang paling tidak sekali dalam 5 tahun. Sidang MPR dinyatakan sah apabila:
a. Untuk memberhentikan Presiden, harus didapat suara setidak dua pertiga dengan minimum kehadiran anggota dalam sidang sebanyak tiga perempat dari total jumlah anggota MPR.
b. Dalam mengamandemen dan menetapkan UUD, suara yang dicapai harus dua pertiga dari total suara MPR
c. Selain sidang-sidang diatas, sekurang-kurangnya mendapatkan suara 50%+1 dari jumlah anggota MPR.
2. DPR
Pasca dilakukannya perubahan terhadap UUD, DPR semakin diperkuat keberadaannya. Kini DPR memiliki wewenang untuk membuat Undang-undang. Wewenang ini sebelum amandemen dimiliki oleh Presiden.
Tugas, wewenang dan fungsi DPR setelah Amandemen:
a. Membentuk undang-undang bersama dengan presiden agar dicapai persetujuan bersama
b. Membahas dan memberikan persetujuan atas peraturan pemerintan pengganti undang-undang
c. Menerima dan membahas usulan RUU dari DPD mengenai bidang tertentu.
d. Menetapkan APBN bersama dengan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
e. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN serta kebijakan pemerintah.
Hak-hak DPR
a. Hak Interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah
b. Hak angket, merupakan hak untuk menyelidiki pelaksanaan UU dan kebijakan yang dibuat pemerintah
c. Hak imunitas, yaitu hak kekebalan hukum. Anggota DPR tidak bisa dituntut karena pernyataan atau pertanyaan yang dikemukakan dalam rapat DPR selama hal tersebut tidak melanggar kode etik
d. Hak menyatakan pendapat, DPR berhak untuk berpendapat mengenai:
1) Pelaksanaan hak angket dan hak interpelasi.
2) Dugaan bahwa Presiden atau wakil persiden melakukan pelanggaran hukum.
3) Kebijakan yang diambil oleh pemerintah tentang kejadian luar biasa baik di dalam maupun luar negeri.
3. Presiden
Setelah amandemen, kini rakyat dapat secara langsung memilih presidennya lewat pemilihan umum. Presiden juga tidak perlu lagi bertanggung jawab kepada MPR karena posisi antara MPR dan Presiden kini sama tinggi.
Wewenang Presiden yang berubah setelah amandemen antara lain:
a. Hakim agung dipilih oleh presiden berdasarkan pengajuan KY dan disetujui oleh DPR.
b. Anggota BPK tidak lagi diangkat oleh Presiden, kini presiden hanya meresmikan anggota BPK, yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Wewenang yang dimiliki oleh presiden setelah Amandemen diantaranya:
a. Memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD
b. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU
c. Melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan RUU bersama DPR
d. Mengesahkan RUU menjadi UU
e. Menetapkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang dalam sutuasi yang memaksa
f. Menetapkan peraturan pemerintah
g. Mengangkat dan memberhentikan meteri-menteri
h. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan persetujuan DPR
i. Mengangkat duta dan konsul
j. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR
k. Memberi grasi dan rehabilitasi berdasarkan pertimbangan MA
l. Memberi amnesti dan abolisi berdasar pertimbangan DPR
m. Menetapkan hakim agung yang dicalonkan KY dan disetujui DPR
n. Menetapkan hakim konstitusi yang calonnya diajukan oleh DPR dan MA
o. Mengangkat dan memberhentikan KY dengan persetujuan DPR.
4. DPD
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang dibentuk setelah amandemen. DPD merupakan langkah untuk mengakomodir kepentingan daerah di tingkat nasional. Tugas dan wewenang DPD
a. Mengajukan RUU pada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah
b. Memberi pertimbangan tentang RUU perpajakan, pendidikan dan keagamaan.
5. BPK
BPK merupakan lembaga tinggi Negara yang memiliki wewenang untuk mengawas serta memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, temuan BPK dilaporkan kepada DPR dan DPD, kemudian ditindak oleh penegak hukum. BPK berkantor di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. DPR memilih anggota BPK dengan pertimbangan DPD. Barulah setelah itu Anggota baru diresmikan oleh Presiden.
6. DPA. Keberadaan DPA dihapuskan pada amandemen UUD 1945 yang ke 4
7. MA
MA merupakan lembaga negara yang memiliki kuasa untuk menyelenggarakan peradilan bersama-sama dengan MK. MA membawahi badan peradilan dalam wilayah Peradilan Umum, Peradilan militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kewajiban dan wewenang MA
a. Memiliki fungsi yang berhubungan dengan kuasa kehakiman. Fugsi ini diatur dalam UU
b. Berwenang mengadili di tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang.
c. Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
d. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
e. Mengajukan anggota Hakim Konstitusi sebanyak 3 orang
8. MK (Mahkamah Konstitusi)
Keberadaan MK dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi. Bersama dengan MA, MK menjadi lembaga tinggi negara yang memegang kuasa kehakiman. Anggota Hakim Konstitusi ditetapkan oleh Presiden, sedang calonnya diusulkan oleh MA, DPR dan pemerintah. MK Mempunyai kewenangan:
a. Menguji UU terhadap UUD
b. Memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga negara
c. Memutuskan pembubaran partai politik
d. Memutuskan sengketa yang berhubungan dengann hasil pemilu
e. Memberikan putusan tentang dugaan pelanggaran oleh presiden atau wakilnya.
9. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon Hakim Agung. KY merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas 7 orang yaitu, dua orang mantan hakim, dua orang akademisi hukum, dua orang praktisi hukum, dan satu dari anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun.
Wewenang dan tanggung jawa KY,
a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc MA.
b. Menjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, serta perilaku hakim.
c. Dengan MA, bersama menetapkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
d. Menegakkan KEPPH.
KLIK4
C. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF PEMBAGIAN KEKUASAAN SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945
1. DAMPAK POSITIF
Dampak positif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :
• Presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
• Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
• Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
• Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara dapat dihindari.
2. DAMPAK NEGATIF
Dampak negative yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :
• Terjadi pemusatan kekuasaan Negara pada satu lembaga, yaitu presiden.
• Peran pengawasan & perwakilan DPR semakin lemah.
• Pejabat – pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan presiden.
• Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
• Menciptakan perilaku KKN.
• Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap Negara.
• Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.
D. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF PEMBAGIAN KEKUASAAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945
1. DAMPAK POSITIF
Sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaan legislasi ada ditangan DPR dengan persetujuan dari presiden (Pasal 20 ayat (1) perubahan pertama UUD 1945). Dengan demikian, telah terjadi perubahan kewenangan legislasi dari presiden dengan persetujuan DPR kepada DPR dengan persetujuan Presden. Selain memilkiki fungsi legislasi, DPR juga memiliki fungsi anggaran dan pengawasan (Pasal 20A ayat (1) perubahan kedua UUD 1945).
Sementara kewenangan mengajukan rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujaun bersama (Pasal 20 ayat (2) perubahan pertama UUD 1945). Dari hasil rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh DPR dan Presiden untuk menjadi undang-undang tidak lagi bersifat final, tetapi dapat dilakukan uji material (yudicial review) oleh mahkamah konstitusi atas permintaan pihak tertentu. Dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 perubahan ketiga, disebutkan mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat tetap untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
Dengan ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kekuasan membentuk undang-undang di atas, maka yang patut dicatat adalah suatu kenyataan bahwa pengesahan undang –undang bukan merupakan suatu yang telah final. Undang-undang tersebut masih dapat dipersoalkan oleh masyarakat yang akan dirugikan jika undang-undang itu jadi dilaksanakan, atau oleh segolongan masyarakat dinilai behwa undang-undang itu bertentangan dengan norma hukum yang ada diatasnya, misalnya melanggar UUD 1945.
Dalam sidang tahunan 2002, MPR telah melakukan langkah bijak dengan mengubah posisinya, yang semula sebagai lembaga tinggi negara dan pemegang sepenuhnya kedaulatan rakyat menjadi lembaga tinggi biasa. Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2) setelah amandemen, disebutkan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya menurut Undang-Undang Dasar.
Keanggotaan MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Anggota DPD ini dipandang sebagai pengganti “Utusan Daerah” yang dikenal dalam UUD 1945 sebelum amandemen, disamping utusan golongan dan anggota DPR.
Kewenangan MPR kini mencakup, pertama, mengubah dan menetapkan UUD; kedua, melantik presiden dan/ atau wakil presiden; ketiga, memberhetikan Presdien dalam masa jabatannya menurut UUD.
Kewenangan MPR tersebut sekilas nampak tidak ada perbedaan dnegan kewenangan yang dimilikinya menurut naskah UUD 1945 sebelum amandemen, namun jika dilihat dari perbandingan naskah antara rumusan pasal 1 ayat (2) naskah sebelum amandemen dan naskah baru sesudah perubahan ketiga, maka akan jelas ditemukan bahwa telah terjadi pengurangan kekuasaan MPR, yaitu yang semula berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya, maka setelah amandemen ketiga, tidak lagi sebagai pelaksana pemegang kedaulatan rakyat sepenuhnya.Kemudian untuk memberhentikan Presiden dan atau wakil presiden, MPR tidak bisa lagi bertindak sendiri seperti yang pernah terjadi dalam kasus pemberhentian Presiden Soekarno tahun 1967 dan Presiden Abdulrahman Wahid tahun 2001, tetapi harus melibatkan lembaga baru yang bernama Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi inilah yang akan menentukan apakah presiden dan atau wakil presiden benar-benar telah melanggar hukum atau tidak (Pasal 7B Ayat (1) dan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945. Dengan ketentuan demikian, posisi presiden menjadi semakin kuat, karena interpretasi atau penafsiran atau penentuan apakah presiden dan atau wakil presiden melanggar hukum, akan bergantung kepada putusan Mahkamah konstitusi dengan jumlah anggota 9 orang, yang tiga diantaranya diajukan oleh Presiden. Jadi secara politis, presiden telah memegang 3 suara di mahkamah Konstitusi. Jika putusan mahkamah konstitusi dijalankan berdasarkan voting yaitu tidak ada kesepakan bulat diantara semua anggota hakim mahkamah konstitusi, maka presiden tinggal mencari dukungan suara 2 orang lagi.
Setelah amandemen UUD 1945, kedudukan Presiden sudah banyak dikurangi, antara lain sebagai berikut :
Hakim agung tidak lagi diangkat oleh Presiden melainkan diajukan oleh komisi yudisial untuk diminta persetujuan DPR, selanjutkan ditetapkan oleh Presiden (Pasal 24A ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).
Demikian juga anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak lagi diangkat oleh Presiden, tetapi dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh Presiden (Pasal 23F ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Pengangkatan pejabat-pejabat tersebut mencerminkan suatu mekanisme ketatanegaraan yang mengarah kepada suatu keseimbangan dan demokratisasi. Namun sangat disayangkan, pengangkatan seorang jaksa agung masih menjadi kewenangan presiden, tanpa melibatkan DPR secara nyata.
Selanjunya rancangan undang-undang yang telah dibahas bersama anatar DPR dengan presiden apabila dalam waktu tiga puluh (30) hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui tidak disahkan olehPresiden, maka rancangan undang-undang tersebut sah berlaku dan wajib diundangkan (Pasal 20 ayat (5) perubahan pertama UUD 1945). Jadi, persetujuan atau pengesahan atas rancangan undang-undang menjadi undang-undang oleh Presiden tidak mutlak.
2. DAMPAK NEGATIF
di sisi lain, posisi presiden semakin kuat, karena ia tidak akan mudah dijatuhkan atau diberhentikan oleh MPR, meskipun ia berada dalam kondisi berbeda pandangan dalam penyelenggaraan pemerintahannya dengan parlemen baik kepada DPR maupun kepada DPD. Selama tidak diputus melanggar hukum oleh mahkamah konstitusi, maka posisi presiden akan aman. Selain itu, presiden tidak lagi bertanggungjawab kepada MPR, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat.
BAB III PENUTUP
Saya menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, masukan berupa saran sangat saya butuhkan dalam penulisan karya tulis ini agar karya ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://guruppkn.com/struktur-lembaga-negara-sebelum-dan-sesudah-amandemen
http://dunia-kuliah.blogspot.com/2010/03/dampak-konsekuensi-uud-1945-terhadap.html
http://fauzanbainiyns56.blogspot.com/
http://intanispratiwi.blogspot.com/2012/06/ketatanegaraan-indonesia-sebelum.html
Post a Comment
0 Comments