geografi xi
MAKALAH GEOGRAFI TENTANG KETAHANAN PANGAN, INDUSTRI DAN ENERGI revisi I
by
A. Taufik
September 18, 2018
TENTANG
KETAHANAN PANGAN, INDUSTRI DAN ENERGI
OLEH
FIKMAKALAH.BLOGSPOT.COM
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,Karena
berkat karuniaNya lah kami telah dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Dengan terselesainya
penulisan karya tulis ini, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada guru bidang studi
Yang telah banyak memberikan masukan kepada kami sehingga terselesainya
Makalah ini., Serta kepada Orang tua dan teman-teman yang telah banyak
membantu baik secara langsung maupun tidak langsug dalam menyelesaikan
karya tulis ini.
kami menyadari keterbatasan ilmu, Penelitian dan pengalaman dalam membuat
karya tulis ini, oleh karena itu, Masukkan berupa saran dan kritikan yang
berguna sangat kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini dan semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan juga para
pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I PEDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
C. RUMUSAN MASALAH
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ketahanan pangan adalah hal yang penting, karena pangan adalah salah satu
hal pokok bagi manusia, untuk mengolah pangan, kita perlu industri yang
baik dan industri memerlukan energi. Ketahanan pangan, industri dan energi
adalah hal yang saling
berkaitan, karena jika salah satu hilang, yang lain tidak akan berjalan.
Penting bagi kita untuk mempelajari ketahaan pangan, industri, dan
energi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Apa itu ketahanan pangan?
Apa itu industri ?
Apa itu energi ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Utuk mengetahui ketahanan pangan?
Untuk mengetahui industri ?
Untuk megetahui energi ?
klik2
BAB II PEMBAHASAN
A.
KETAHANAN PANGAN
1.
Pengertian
Pengertian pangan menurut UU nomor 18 tahun 2012 adalah segala segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan perikanan, peternakan baik yang di oleh maupun tidak di oleh
yang di peruntukan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia.
Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengartikan ketahanan
pangan sebagai : kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga,
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pengertian mengenai ketahanan
pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu tersedianya pangan yang cukup;
dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap
rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif.
Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu
bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup,
mutu yang layak, aman; dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan
berbasis pada keragaman sumber daya lokal.
2.
PILAR KETAHANAN PANGAN
a.
ketersediaan
Ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi,
distribusi, dan pertukaran. Produksi pangan ditentukan oleh berbagai jenis
faktor, termasuk kepemilikan lahan dan penggunaannya; jenis dan manajemen
tanah; pemilihan, pemuliaan, dan manajemen tanaman pertanian; pemuliaan
dan manajemen hewan ternak; dan pemanenan. Produksi tanaman pertanian
dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan curah hujan. Pemanfaatan
lahan, air, dan energi untuk menumbuhkan bahan pangan seringkali
berkompetisi dengan kebutuhan lain. Pemanfaatan lahan untuk pertanian
dapat berubah menjadi pemukiman atau hilang akibat desertifikasi,
salinisasi, dan erosi tanah karena praktik pertanian yang tidak
lestari.
Produksi tanaman pertanian bukanlah suatu kebutuhan yang mutlak bagi
suatu negara untuk mencapai ketahanan pangan. Jepang dan Singapuramenjadi
contoh bagaimana sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam untuk
memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai ketahanan pangan.
Distribusi pangan melibatkan penyimpanan, pemrosesan, transportasi,
pengemasan, dan pemasaran bahan pangan. Infrastruktur rantai pasokan dan
teknologi penyimpanan pangan juga dapat mempengaruhi jumlah bahan pangan
yang hilang selama distribusi. Infrastruktur transportasi yang tidak
memadai dapat menyebabkan peningkatan harga hingga ke pasar global.
Produksi pangan per kapita dunia sudah melebihi konsumsi per kapita, namun
di berbagai tempat masih ditemukan kerawanan pangan karena distribusi
bahan pangan telah menjadi penghalang utama dalam mencapai ketahanan
pangan.
b.
Akses
Akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan membeli dan besarnya
alokasi bahan pangan, juga faktor selera pada suatu individu dan rumah
tangga. PBB menyatakan bahwa penyebab kelaparan dan malagizi seringkali
bukan disebabkan oleh kelangkaan bahan pangan namun ketidakmampuan
mengakses bahan pangan karena kemiskinan. Kemiskinan membatasi akses
terhadap bahan pangan dan juga meningkatkan kerentanan suatu individu atau
rumah tangga terhadap peningkatan harga bahan pangan. Kemampuan akses
bergantung pada besarnya pendapatan suatu rumah tangga untuk membeli bahan
pangan, atau kepemilikan lahan untuk menumbuhkan makanan untuk dirinya
sendiri. Rumah tangga dengan sumber daya yang cukup dapat mengatasi
ketidakstabilan panen dan kelangkaan pangan setempat serta mampu
mempertahankan akses kepada bahan pangan.
Terdapat dua perbedaan mengenai akses kepada bahan pangan. (1) Akses
langsung, yaitu rumah tangga memproduksi bahan pangan sendiri, (2) akses
ekonomi, yaitu rumah tangga membeli bahan pangan yang diproduksi di tempat
lain. Lokasi dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan dan jenis akses
yang digunakan pada rumah tangga tersebut. Meski demikian, kemampuan akses
kepada suatu bahan pangan tidak selalu menyebabkan seseorang membeli bahan
pangan tersebut karena ada faktor selera dan budaya. Demografi dan tingkat
edukasi suatu anggota rumah tangga juga gender menentukan keinginan memiih
bahan pangan yang diinginkannya sehingga juga mempengaruhi jenis pangan
yang akan dibeli. USDA menambahkan bahwa akses kepada bahan pangan harus
tersedia dengan cara yang dibenarkan oleh masyarakat sehingga makanan
tidak didapatkan dengan cara memungut, mencuri, atau bahkan mengambil dari
cadangan makanan darurat ketika tidak sedang dalam kondisi darurat.
c.
Pemanfaatan
Ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor mempengaruhi
jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota keluarga. Bahan
pangan yang dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan fisiologis suatu
individu. Keamanan pangan mempengaruhi pemanfaatan pangan dan dapat
dipengaruhi oleh cara penyiapan, pemrosesan, dan kemampuan memasak di
suatu komunitas atau rumah tangga. Akses kepada fasilitas kesehatan juga
mempengaruhi pemanfaatan pangan karena kesehatan suatu individu
mempengaruhi bagaimana suatu makanan dicerna. Misal keberadaan parasit di
dalam usus dapat mengurangi kemampuan tubuh mendapatkan nutrisi tertentu
sehingga mengurangi kualitas pemanfaatan pangan oleh individu. Kualitas
sanitasi juga mempengaruhi keberadaan dan persebaran penyakit yang dapat
mempengaruhi pemanfaatan pangan sehingga edukasi mengenai nutrisi dan
penyiapan bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas pemanfaatan pangan.
d.
Stabilitas
Stabilitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam mendapatkan
bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan dapat berlangsung
secara transisi, musiman, ataupun kronis (permanen). Pada ketahanan pangan
transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada suatu periode waktu
tertentu. Bencana alam dan kekeringan mampu menyebabkan kegagalan panen
dan mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat produksi. Konflik sipil
juga dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan. Ketidakstabilan di
pasar menyebabkan peningkatan harga pangan sehingga juga menyebabkan
kerawanan pangan. Faktor lain misalnya hilangnya tenaga kerja atau
produktivitas yang disebabkan oleh wabah penyakit. Musim tanam
mempengaruhi stabilitas secara musiman karena bahan pangan hanya ada pada
musim tertentu saja. Kerawanan pangan permanen atau kronis bersifat jangka
panjang dan persisten.
3.
TANTANGAN UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN
a.
Degradasi lahan
Pertanian intensif mendorong terjadinya penurunan kesuburan tanah dan
penurunan hasil. Diperkirakan 40% dari lahan pertanian di dunia
terdegradasi secara serius. Di Afrika, jika kecenderungan degradasi tanah
terus terjadi, maka benua itu hanya mampu memberi makan seperempat
penduduknya saja pada tahun 2025.
b.
Hama dan penyakit
hama dan penyakit mampu mempengaruhi produksi budi daya tanaman dan
peternakan sehingga memiliki dampak bagi ketersediaan bahan pangan. Contoh
penyakit tanaman Ug99, salah satu tipe penyakit karat batang pada gandum
dapat menyebabkan kehilangan hasil pertanian hingga 100%. Penyakit ini
telah ada di berbagai negara di Afrika dan Timur Tengah. Terganggunya
produksi pangan di wilayah ini diperkirakan mampu mempengaruhi ketahanan
pangan global.
Keanekaragaman genetika dari kerabat liar gandum dapat digunakan untuk
memperbarui varietas modern sehingga lebih tahan terhadap karat batang.
Gandum liar ini dapat diseleksi di habitat aslinya untuk mencari varietas
yang tahan karat, lalu informasi genetikanya dipelajari. Terakhir varietas
modern dan varietas liar disilangkan dengan pemuliaan tanaman modern untuk
memindahkan gen dari varietas liar ke varietas modern.
c.
Krisis air global
Kanal irigasi telah menjadikan kawasan padang pasir yang kering di Mesir
menjadi lahan pertanian
Berbagai negara di dunia telah melakukan importasi gandum yang disebabkan
oleh terjadinya defisit air, dan kemungkinan akan terjadi pada negara
besar seperti China dan India. Tinggi muka air tanah terus menurun di
beberapa negara dikarenakan pemompaan yang berlebihan. China dan India
telah mengalaminya, dan negara tetangga mereka (Pakistan, Afghanistan, dan
Iran) telah terpengaruh hal tersebut. Hal ini akan memicu kelangkaan
airdan menurunkan produksi tanaman pangan. Ketika produksi tanaman pangan
menurun, harga akan meningkat karena populasi terus bertambah. Pakistan
saat ini masih mampu memenuhi kebutuhan pangan di dalam negerinya, namun
dengan peningkatan populasi 4 juta jiwa per tahun, Pakistan kemungkinan
akan melirik pasar dunia dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sama seperti
negara lainnya yang telah mengalami defisit air seperti Afghanistan,
Ajlazair, Mesir, Iran, Meksiko, dan Pakistan.
Secara regional, kelangkaan air di Afrika adalah yang terbesar
dibandingkan negara lainnya di dunia. Dari 800 juta jiwa, 300 juta
penduduk Afrika telah hidup di lingkungan dengan stres air. Karena
sebagian besar penduduk Afrika masih bergantung dengan gaya hidup berbasis
pertanian dan 80-90% penduduk desa memproduksi pangan mereka sendiri,
kelangkaan air adalah sama dengan hilangnya ketahanan pangan.
Investasi jutaan dolar yang dimulai pada tahun 1990an oleh Bank Dunia
telah mereklamasi padang pasir dan mengubah lembah Ica yang kering di Peru
menjadi pensuplai asparagus dunia. Namun tinggi muka air tanah terus
menurun karena digunakan sebagai irigasi secara terus menerus. Sebuah
laporan pada tahun 2010 menyimpulkan bahwa industri ini tidak bersifat
lestari.Mengubah arah aliran air sungai Ica ke lahan asparagus juga telah
menyebabkan kelangkaan air bagi masyarakat pribumi yang hidup sebagai
penggembala hewan ternak.
d.
Perebutan lahan
Kepemilikan lahan lintas batas negara semakin meningkat. Perusahaan Korea
Utara Daewoo Logistics telah mengamankan satu bidang lahan yang luas di
Madagascar untuk mebudidayakan jagung dan tanaman pertanian lainnya untuk
produksi biofuel. Libya telah mengamankan 250 ribu hektare lahan di
Ukraina dan sebagai gantinya Ukraina mendapatkan akses ke sumber gas alam
di Libya. China telah memulai eksplorasi lahan di sejumlah tempat di Asia
Tenggara. Negara di semenanjung Arab telah mencari lahan di Sudan,
Ethiopia, Ukraina, Kazakhstan, Pakistan, Kamboja, dan Thailand. Qatar
berencana menyewa lahan di sepanjang panyai di Kenya untuk menumbuhkan
sayuran dan buah, dan sebagai gantinya akan membangun pelabuhan besar
dekat Lamu, pulau di samudra Hindia yang menjadi tujuan wisata.
e.
Perubahan iklim
Fenomena cuaca yang ekstrem seperti kekeringan dan banjir diperkirakan
akan meningkat karena perubahan iklim terjadi. Kejadian ini akan memiliki
dampak di sektor pertanian. Diperkirakan pada tahun 2040, hampir seluruh
kawasan sungai Nil akan menjadi padang pasir di mana aktivitas budi daya
tidak dimungkinkan karena keterbatasan air. Dampak dari cuaca ekstrem
mencakup perubahan produktivitas, gaya hidup, pendapatan ekonomi,
infrastruktur, dan pasar. Ketahanan pangan pada masa depan akan terkait
dengan kemampuan adaptasi budi daya bercocok tanam masyarakat terhadap
perubahan iklim. Di Honduras, perempuan Garifuna membantuk meningkatkan
ketahanan pangan lokal dengan menanam tanaman umbi tradisional sambil
membangun metode konservasi tanah, melakukan pelatihan pertanian organik
dan menciptakan pasar petani Garifuna. Enam belas kota telah bekerja sama
membangun bank benih dan peralatan pertanian. Upaya untuk membudidayakan
spesies pohon buah liar di sepanjang pantai membantu mencegah erosi
tanah.
Diperkirakan 2.4 miliar penduduk hidup di daerah tangkapan air hujan di
sekitar Himalaya. Negara di sekitar Himalaya (India, Pakistan, China,
Afghanistan, Bangladesh, Myanmar, dan Nepal) dapat mengalami banjir dan
kekeringan pada dekade mendatang. Bahkan di India, sungan Ganga menjadi
sumber air minum dan irigasi bagi 500 juta jiwa. Sungai yang bersumber
dari gletser juga akan terpengaruh. Kenaikan permukaan laut diperkirakan
akan meningkat seiring meningkatnya temperatur bumi, sehingga akan
mengurangi sejumlah lahan yang dapat digunakan untuk pertanian.
Semua dampak dari perubahan iklim ini berpotensi mengurangi hasil
pertanian dan peningkatan harga pangan akan terjadi. Diperkirakan setiap
peningkatan 2.5% harga pangan, jumlah manusia yang kelaparan akan
meningkat 1%. Berubahnya periode dan musim tanam akan terjadi secara
drastis dikarenakan perubahan temperatur dan kelembaban tanah.
klik3
4.
POTENSI & PERSEBARAN SUMBER DAYA PERTANIAN, PERKEBUNAN, PERIKANAN,
DAN PERTERNAKAN UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL
a.
Potensi & Persebaran Sumber Daya Pertanian
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Persebaran hasil
pertanian di Indonesia sebagai berikut.
No.
|
Hasil Pertanian
|
Daerah Penghasil
|
1.
|
Padi (Beras)
|
Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, dan NTB.
|
2.
|
Jagung
|
Jawa Tengah (Wonosobo, Semarang, Jepara, dan Rembang), Jawa Timur
(Besuki, Madura), dan Sulawesi (Minahasa dan sekitar danau
Tempe).
|
3.
|
Ubi Kayu (Singkong)
|
Sumatera Selatan, Lampung, Madura, Jawa Tengah (Wonogiri), dan
Yogyakarta (Wonosari).
|
4.
|
Kedelai
|
Jawa Tengah (Kedu, Surakarta, Pekalongan, Tegal, Jepara, Rembang)
), D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur (Jember).
|
5.
|
Kacang Tanah
|
Sumatera Timur, Sumatera Barat, Jawa Tengah (Surakarta, Semarang,
Jepara, Rembang, Pati), Jawa Barat (Cirebon, Priangan), Bali, dan
Nusa Tenggara Barat (Lombok).
|
Agroindustri adalah sebuah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian
sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk
kegiatan tersebut. secara eksplisit pengertian agroindustri dikemukakan
oleh Austin (1981) yaitu: perusahaan yang memproses bahan nabati (tanaman)
atau hewani (hewan). Proses yang digunakan mencakup perubahan pengawetan
melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan
distribusi. Produk agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap
dikonsumsi atau sebagai produk bahan baku industri lainnya.
b.
Potensi & Persebaran Sumber Daya Perkebunan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai; mengolah,
dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuandan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Komoditas
perkebunan antara lain.
No.
|
Hasil Perkebunan
|
Daerah Penghasil
|
1.
|
Tebu
|
Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan
Sumatera.
|
2.
|
Tembakau
|
Sumatera Utara (Deli), Sumatera Barat (Payakumbuh), Bengkulu,
Sumatera Selatan, Jawa Tengah (Kedu, Temanggung, Parakan,
Wonosobo), dan Jawa Timur (Bojonegoro, Besuki).
|
3.
|
Teh
|
Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Garut), Jawa Tengah (Pegunungan
Dieng, Wonosobo, Temanggung, Pekalongan), Sumatera Utara (Pematang
Siantar), dan Sumatera Barat.
|
4.
|
Kopi
|
Jawa Barat, Jawa Timur (Kediri, Besuki), Sumatera Selatan
(Palembang), Bengkulu, Sumatera Utara (Deli, Tapanuli), Lampung
(Liwa), Sulawesi (Pegunungan Verbeek), Flores (Manggarai).
|
5.
|
Karet
|
D.I. Aceh, Sumatera Utara (Kisaran, Deli, Serdang), Bengkulu
(Rejang Lebong), Jawa Barat, Jawa Tengah (Banyumas, Batang), Jawa
Timur (Kawi, Kelud), dan Kalimantan Selatan (Meratus).
|
6.
|
Kelapa
|
Jawa Barat (Banten, Priangan), Jawa Tengah (Banyumas), D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur (Kediri), Sulawesi Utara (Minahasa,
Sangihe, Talaud, Gorontalo), dan Kalimantan Selatan (Meratus).
|
7.
|
Kelapa Sawit
|
D.I. Aceh (P. Simelue), Sumatera Utara (P. Nias, P. Prayan,Medan,
Pematang Siantar).
|
8.
|
Cokelat
|
Jawa Tengah (Salatiga) dan Sulawesi Tenggara.
|
9.
|
Pala
|
Jawa Barat dan Maluku.
|
10.
|
Cengkeh
|
D.I. Aceh, Sumatera Utara (Tapanuli), Jawa Barat (Banten,
Priangan), Jawa Tengah (Banyumas), Sulawesi Utara (Minahasa), dan
Maluku.
|
11.
|
Lada
|
Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan (Palembang, P. Bangka), dan
Kalimantan Barat.
|
12.
|
Vanili
|
Flores (Manggarai, Bajawa), Papua, dan daerah lainnya di
Indonesia.
|
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman flora. Iklimnya
sangat cocok untuk tumbuh sebagai jenis tanaman. Tanaman perkebunan
mempunyai peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia.
Pengusahaan berbagai komoditas tanaman ini telah mampu mendatangkan devisa
bagi negara, membuka lapangan kerja dan menjadi sumber pendapatan
penduduk, serta berkontribusi dalam upaya melestarikan lingkungan.
Budidaya perkebunan sudah merupakan kegiatan usaha yang hasilnya untuk
diekspor atau digunakan sebagaibahan baku industri.
c. Potensi & Persebaran Sumber Daya Perikanan
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI
no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian,
perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.
No.
|
Hasil Perikanan
|
Daerah Persebaran
|
1.
|
Budidaya Undang & Bandeng
|
Pantai utara Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
|
2.
|
Penangkapan ikan (Nelayan Tradisional & Modern)
|
Sumatera Timur, Bengkalis untuk jenis ikan terubuk. Ikan
tenggiri, cumi-cumi, udang, rumput laut, dan ikan layang-layang
dari daerah Laut Jawa, Selat Sunda, Pantai Selatan, Selat Bali,
Selat Flores, dan Selat Makasar. Kep. Maluku (Ambon) menghasilkan
tiram, mutiara, dan tongkol.
|
Sumber daya laut merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui,
namun ada juga yang tidak dapat diperbaharui. Pemanfaatan sumber daya laut
secara terus-menerus dikembangkan, untuk memenuhi kebutuhan pangan
(protein hewani), energi, bahan baku, perluasan lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan negara. Penduduk Indonesia yang bergerak dibidang
perikanan laut meliputi penduduk yang menghuni daerah pantai, 90% dari
hasil hasil laut berasal dari perikanan rakyat. Selain ikan laut, perairan
Indonesia juga memiliki potensi lain, yaitu sebagai berikut :
d.
Indonesia sejak dahulu dikenal dengan mutiaranya, yang di dapat di
sekitar Kepulauan Aru.
e.
Indonesia telah membudidayakan kerang laut.
f.
Indonesia kaya akan taman laut, seperti disekitar Laut Banda dan
disebelah utara Sulawesi Utara yang bisa dikembangkan menjadi daerah
wisata laut yang banyak menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing
dan sangat populer untuk pengembangan olahraga menyelam.
g.
Pada akhir-akhir ini ditemukan bahwa dasar laut Indonesia di beberapa
daerah mengandung minyak bumi. Terdapat pengeboran lepas pantai seperti di
lepas pantai Sumatera, Jawa, Madura dan beberapa daerah lain.
h.
Potensi & Persebaran Sumber Daya Perternakan
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
No.
|
Hasil Perternakan
|
Wilayah Budidaya
|
1.
|
Ternak Sapi
|
Sumatera (Aceh), Jawa, Madura, Bali, dan NTB (Lombok &
Sumbawa).
|
2.
|
Ternak Kerbau
|
Aceh, Sulawesi, dan Jawa.
|
3.
|
Ternak Kuda
|
Nusa Tenggara Timur (Pulau Sumba) dan Sumatera Barat.
|
4.
|
Ternak Babi
|
Bali, Maluku, Sulawesi Utara (Minahasa), Sumatera Utara
(Tapanuli), Jawa Barat (Karawang)
|
B.
INDUSTRI
1.
PENGERTIAN
Industri adalah bidang yang menggunakan ketrampilan, dan ketekunan kerja
(bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang
pengolahan hasil-hasil bumi, dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka
industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha
mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah
pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang berhubungan erat dengan
tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis
ekonomi, budaya, dan politik.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
2.
SEJARAH
Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru. Sesudah mata
pencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi, pemburu,
dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah, dan
mengolah tanah dengan bertani, dan berkebun serta beternak. Kebutuhan
mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat
berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang
sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para
tukang, dan juru timbul sebagai sumber alat-alat, dan barang-barang yang
diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan, dan pertukangan
yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin, dan
tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu
hasil kerajinan, dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda
(perhimpunan tukang, dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi
sekarang).
Pertambangan besi, dan baja mengalami kemajuan pesat pada abad
pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara, minyak
bumi, dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi
permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka
jalan pada pembuatan, dan perdagangan barang secara besar-besaran, dan
massal pada akhir abad 18, dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik
tekstil (Lille, dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen)
dan galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari
kebutuhan akan pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri
kimia, dan farmasi. Terjadilah Revolusi Industri.
Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik
produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat
melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang
pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam
industri.
klik4
3.
POTENSI & PERSEBARAN SUMBER DAYA UNTUK PENYEDIAAN BAHAN INDUSTRI
a.
Potensi Geografis untuk Penyedia Bahan Baku
Posisi Indonesia di sekitar
daerah tropis dengan tingkat curah hujan yang tinggi, dilalui system jalur
pegunungan muda yang aktif, memungkinkan tanahnya subur dan kaya akan
barang barang tambang. Selain barang tambang potensi alam Indonesia yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri berasal dari:
b.
Hasil pertanian
Dengan keadaan tanah yang subur dan beriklim tropis, tanah di Indonesia
dapat ditanami berbagai macam tanaman. Oleh karena itu, tak heran jika
tanah di Indonesia dijadikan penanaman untuk bahan baku industry seperti:
kedelai, kacang tanah dsb.
c.
Perkebunan
Di Indonesia yang kaya akan alam dan SDA ini, juga terdapat
perkebunan-perkebunan yang dijadikan bahan baku industry, antara lain:
tebu, karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, teh, cengkih, kapas, cokelat,
lada, dan tembakau.
d.
Hasil hutan
Indonesia memiliki 4 macam hutan, yaitu : hutan hujan tropis, hutan
musim, hutan bakau dan savanna. Tak heran, jika Indonesia juga
memanfaatkan hasil hutan sebagai bahan baku industry, seperti: kayu,
rotan, damar dsb.
e.
Barang tambang
Tak hanya pertanian, perkebunan dan hasil pertanian saja, Indonesia juga
memanfaatkan barang tambang untuk bahan baku industri, seperti: minyak
bumi, batu bara, timah putih, bijih bauksit, nikel, alumunium, tembaga,
bijih mangan, bijih besi, emas, fosfat, belerang, batu gamping, kaolin,
pasir kuarsa, feldspar dan mika, intan, serpentin, yodium, asbes, tanah
liat, tanah tras dsb.
C.
ENERGI
A.
Pengertian
Konsep energi terbarukan mulai dikenal pada tahun 1970-an, sebagai upaya
untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar nuklir dan fosil.
Definisi paling umum adalah sumber energi yang dapat dengan cepat
dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Dengan
definisi ini, maka bahan bakar nuklir dan fosil tidak termasuk di
dalamnya.
Dari definisinya, semua
energi terbarukan sudah pasti juga merupakan energi berkelanjutan, karena
senantiasa tersedia di alam dalam waktu yang relatif sangat panjang
sehingga tidak perlu khawatir atau antisipasi akan kehabisan sumbernya.
Para pengusung energi non-nuklir tidak memasukkan tenaga nuklir sebagai
bagian energi berkelanjutan karena persediaan uranium-235 di alam ada
batasnya, katakanlah ratusan tahun. Tetapi, para penggiat nuklir
berargumentasi bahwa nuklir termasuk energi berkelanjutan jika digunakan
sebagai bahan bakar di reaktor pembiak cepat (FBR: Fast Breeder Reactor)
karena cadangan bahan bakar nuklir bisa "beranak" ratusan hingga ribuan
kali lipat.
Di sisi lain para penentang nuklir cenderung menggunakan istilah "energi
berkelanjutan" sebagai sinonim dari "energi terbarukan" untuk mengeluarkan
energi nuklir dari pembahasan kelompok energi tersebut. Energi terbarukan
berasal dari "proses alam yang berkelanjutan", seperti tenaga surya,
tenaga angin, arus air proses biologi, dan panas bumi.
B.
Ketahanan Energi
Dasar pemikiran ketahanan energi / energy security sudah dicantumkan di
dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2007tentang energi. Di dalam UU No. 30
Tahun 2007, pada pasal 2 menyatakan bahwa “energi dikelola berdasarkan
asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi, berkeadilan, peningkatan nilai
tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi
lingkungan hidup, ketahanan nasional dan keterpaduan dengan mengutamakan
kemampuan nasional”.
Kemudian dalam UU No. 30 Tahun 2007, pada pasal 3 ayat 2 menyatakan bahwa
“dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan
meningkatkan ketahanan nasional, tujuan pengelolaan energi antara lain
untuk kemandirian, penyediaan, pengelolaan, pemanfaatan energi, efisiensi,
akses masyarakat, industri energi dan lingkungan hidup”. Dari kedua pasal
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ketahanan energi bukan hanya
meliputi upaya pemenuhan kebutuhan energi saja tetapi juga merupakan
kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan energi serta
mempertimbangkan aspek pengelolaan energi termasuk aspek lingkungan hidup.
Berikut ini definisi ketahanan energi yang diambil dari berbagai
sumber.
Menurut Dewan Energi Nasional/DEN (sebagaimana dikutip dalam Agustiawan,
2014), “ketahanan energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan
energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan
hidup” .
Ada 4 aspek yang menunjukkan kondisi ketahanan energi:
1.
Ketersediaan, yaitu kemampuan untuk memberikan jaminan pasokan energi
(security of energy supply)
2.
Aksesibilitas, yaitu kemampuan untuk mendapatkan akses terhadap energi
(infrastructure availability)
3.
Daya beli, kemampuan untuk menjangkau harga (keekonomian) energi
4.
Lingkungan Hidup
Menurut World Energy Council (WEC) & Asia Pacific Energy Research
Centre (APERC), indikator ketahanan energi yaitu Availability
(ketersediaan), Affordability (keterjangkauan), Accessability (kemudahan),
Acceptability masyarakat & lingkungan), dan Sustainability
(keberlanjutan).
Brown, et all. (2003) menyatakan :
Energy security refers to a resilient energy system. This resilient
system would be capable of withstanding threats through a combination of
active, direct security measures–such as surveillance and guards–and
passive or more indirect measures-such as redundancy, duplication of
critical equipment, diversity in fuel, other sources of energy, and
reliance on less vulnerable infrastructure.
Energy Security can be described as ”the uninterrupted physical
availability at a price which is affordable, while respecting environment
concerns” (US EIA).
Menurut Dewi (2012), lima hal yang secara umum menjadi indikator
eksistensi ketahanan energi :
1.
Availability: Ketersediaan energi dalam jumlah yang memadai untuk
keberlangsungan kegiatan perekonomian, baik didapatkan dari sumberdaya
lokal, maupun mengimpor dari negara lain
2.
Accessability: Aspek keterjangkauan energi bagi masyarakat yang
membutuhkan dari sisi spasial
3.
Affordability: Aspek keterjangkauan energi bagi konsumen dari sisi
tingkat keekonomian dan daya beli masyarakat
4.
Acceptability: Penerimaan seluruh elemen bangsa terhadap pengusahaan dan
pemanfaatan jenis sumberdaya energitertentu, terutama terkait dengan aspek
sosial dan
5.
Sustainability: Ketersediaan energi secara terus menerus.
Lebih lanjut, Dewi (2012) menyimpulkan bahwa kriteria ketahanan energi
yaitu kemampuan merespon dengan baik apabila terjadi disruption.
Menurut Phillip E. Cornell (2003) dalam Energy Security As National
Security: Defining Problems Ahead Of Solutions, keterkaitan national
security dan energy security dalam tiga aspek, yaitu:
1.
Militer (Reduksi konsumsi terutama dalam forward operations where fuel
deliveries represent
inflated costs and risks to personnel).
2.
Domestik (Kecukupan & kehandalan infrastruktur, diversifikasi energi,
pembatasan kepemilikan asing, dan insentif tepat sasaran).
3.
Ekonomi (Harga, investasi produksi hidrokarbon, & sumber energi
alternatif).
C.
Potensi & Persebaran Sumber Daya untuk Penyediaan Energi Baru &
Terbarukan
Energi terbarukan (renewable energy) merupakan sumber energi alam yang
dapat langsung dimanfaatkan dengan bebas. Selain itu, ketersediaan energi
terbarukan ini tak terbatas dan bisa dimanfaatkan secara terus
menerus.
1.
Angin
Angin sendiri seringkali dimanfaatkan dalam teknologi kincir angin,
khususnya di negara dengan intensitas angin sangat banyak. Angin ini
nantinya akan mendorong turbun dari kincir angin yang bisa menghasilkan
energi listrik. Pemanfaat energi angin menjadi listrik di Indonesia telah
dilakukan seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTBayu) Samas di
Bantul, Yogyakarta.
2.
Matahari
Energi matahari atau surya adalah energi terbarukan yang bersumber dari
radiasi sinar dan panas yang dipancarkan matahari. Sumber energi panas
dari matahari juga banyak digunakan untuk berbagai macam aktivitas,
seperti fotosintesis buatan, listrik tenaga surya, menjemur pakaian dan
lain sebagainya. Pembankit Listrik Tenaga Surya yang terdapat di Indonesia
antara lain : PLTS Karangasem (Bali), PLTS Raijua, PLTS Nule, dan PLTS
Solor Barat (NTT)
3.
Air Laut Pasang
Energi gelombang laut atau ombak adalah energi terbarukan yang bersumber
dari dari tekanan naik turunnya gelombang air laut. Indonesia sebagai
negara maritim yang terletak diantara dua samudera berpotensi tinggi
memanfaatkan sumber energi dari gelombang laut. Sayangnya sumber energi
alternatif ini masih dalam taraf pengembangan di Indonesia. Pemanfaatan
air laut pasang atau gelombang dari air laut ini kian dijadikan sebagai
sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik.
4.
Panas Bumi
Energi panas bumi atau geothermal adalah sumber energi terbarukan berupa
energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam bumi. Energi
panas bumi diyakini cukup ekonomis, berlimpah, berkelanjutan, dan ramah
lingkungan. Namun pemanfaatannya masih terkendala pada teknologi
eksploitasi yang hanya dapat menjangkau di sekitar lempeng tektonik.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimiliki Indonesia antara
lain: PLTP Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak (Jawa Barat), PLTP Dieng
(Jawa Tengah), dan PLTP Lahendong (Sulawesi Utara).
5.
Tumbuhan
Produk yang dihasilkan dari tanaman atau tumbuhan ini sebenarnya bisa
diolah untuk kebutuhan produk yang lain, misalnya kertas, kayu bakar
hingga produk lainnya yang bisa dimanfaatkan. Akan tetapi, kekurangan dari
energi terbarukan ini adalah bisa mengakibatkan beragam bencana alam
apabila digunakan secara terus menerus tetapi tidak diimbangi dengan
pelestarian tumbuhan tersebut.
6.
Biofuel
Biofuel atau bahan bakar hayati adalah sumber energi terbarukan berupa
bahan bakar (baik padat, cair, dan gas) yang dihasilkan dari bahan-bahan
organik. Sumber biofuel adalah tanaman yang memiliki kandungan gula tinggi
(seperti sorgum dan tebu) dan tanaman yang memiliki kandungan minyak
nabati tinggi (seperti jarak, ganggang, dan kelapa sawit).
7.
Air
Selain air laut pasang, energi air juga energi alternatif yang dapat
digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Sumber energi yang satu ini
didapatkan dengan memanfaatkan energi potensial dan energi kinetik yang
dimiliki oleh air Di Indonesia sendiri sudah terdapat puluhan PLTA untuk
menghemat sumber daya tak terbarukan.
8.
Biomassa
Biomassa adalah jenis energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis
yang berasal dari organisme yang hidup atau belum lama mati. Sumber
biomassa antara lain bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Pembangkit
listrik biomassa di Indonesia seperti PLTBM Pulubala di Gorontalo yang
memanfaatkan tongkol jagung.
D.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA DALAM PENYEDIAAN BAHAN PANGAN, INDUSTRI, DAN
ENERGI TERBARU MAUPUN TERBARUKAN DI INDONESIA
1.
Pengelolaan dalam Ketahanan Pangan
a. Strategi Dalam Pembangunan Ketahanan Pangan
1) Peningkatan kapasitas produksi pangan nasional secara berkelanjutan
melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi.
2) Revitalisasi industri hulu produksi pangan (Benih, pupuk, pestisida, alat
dan mesin pertanian)
3) Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengelolaan Pangan
4) Revitalisasi dan Restrukturisasi kelembagaan pangan yang ada: Kopersasi,
UKM, dan lumbung desa.
5) Pengembangan kebijakan yang kondusif untuk terciptanya kemandirian pangan
yang melindungi pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir meliputi
penerapan Teknikal Barrier for Trade (TBT) pada produk pangan, insentif,
alokasi kredit, dan harmonisasi tarif bea masuk, pajak resmi dan tak
resmi.
b.
Sistem Ketahanan Pangan
1) Sistem Ketersediaan (Food Availability), yaitu ketersediaan pangan dalam
jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara
baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun
bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang
didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang
aktif dan sehat.
2) Akses Pangan (Food Access), yaitu kemampuan semua rumah tangga dan
individu dengan sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang
cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya
sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan
individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi
tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik
menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi),
sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.
3) Penyerapan Pangan (Food Utilization), yaitu penggunaan pangan untuk
kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi, gizi, air dan
kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada
pengetahuan rumah tangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air,
fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan
balita.
c.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
1) Lahan, merupakan faktor penting dalam penyediaan sumber pangan, terutama
yang terkait sumber pangan hasil budi daya pertanian dan perkebunan.
Semakin luas lahan potensial yang digunakan untuk mengusahakan tanaman
pangan, semakin baik ketahanan pangan di suatu negara.
2) Iklim dan Cuaca, Indonesia memeiliki dua musim yaitu kemarau dan
penghujan, musim ini sangat berpengaruh terhadap hasil dan produksi
pertanian. Demikian juga dengan keadaan pengaruh dari fenomena El Nino
(musim kemarau yang berkepanjangan) dan La Nina (meningkatnya curah hujan
sehingga menyebabkan banjir), walaupun ini tidak terjadi di semua wilayah
Indonesia, anamun berdampak juga pada hasil pertanian.
3) Teknologi, semakin tinggi teknologi yang dimiliki, maka akan semakin
mudah dalam melakukan proses produksi maupun meningkatkan hasil produksi
di suatu wilayah atau negara. Contoh : Penggunaan mesin traktor untuk
mengolah lahan, penggunaan GPS untuk nelayan, penggunaan bibit
bioteknologi untuk mempercepat pertumbuhan dan hasil tanam dan hydrophonik
untuk penanaman di wilayah yang sempit.
4) Infrastruktur, ketersediaan infrastruktur yang memadai baik di darat,
laut maupun udara akan mempercepat proses distribusi dari satu wilayah ke
wilayah yang lain. Hal ini akan meningkatkan ketahanan pangan baik secara
lokal maupun nasional di wilayah Indonesia ( negara dengan wilayah
kepulauan).
2.
Pengelolaan dalam Industri
a.
Bidang industri dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Industri barang, merupakan usaha mengolah bahan mentah menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi. Kegiatan industri ini menghasilkan
berbagai jenis barang, seperti pakaian, sepatu, mobil, sepeda motor,
pupuk, dan obat-obatan.
2) Industri jasa, merupakan kegiatan ekonomi yang dengan cara memberikan
pelayanan jasa. Contohnya, jasa transportasi seperti angkutan bus, kereta
api, penerbangan, dan pelayaran. Perusahaan jasa ada juga yang membantu
proses produksi. Contohnya, jasa bank dan pergudangan. Pelayanan jasa ada
yang langsung ditujukan kepada para konsumen. Contohnya asuransi,
kesehatan, penjahit, pengacara, salon kecantikan, dan tukang cukur.
b.
Macam-Macam Bahan Industri
Bahan-bahan industri yang biasa dipakai atau ditemukan di indonesia
adalah Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui (Reneable), Sumber Daya
Alam yang tidak dapat di perbaharui (Unreneable).
1) Bahan mentah, semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau
yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut (Contoh:
Kapas untuk industri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi
untuk industri besi dan baja).
2) Bahan baku industri, bahan mentah yang diolah atau tidak diolah dan dapat
dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri (Contoh: Lembaran besi
atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang
telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk industri garmen
(tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine).
3) Barang setengah jadi, bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami
satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut
menjadi barang jadi (Contoh: Kain dibuat untuk industri pakaian, kayu
olahan untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan).
4) Barang jadi, barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi
akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi, misalnya industri pakaian,
mebel, semen, dan bahan bakar.
c.
Dampak Pembangunan Industri
1)
Dampak positif: terbukanya lapangan kerja, terpenuhinya berbagai
kebutuhan masyarakat, Pendapatan/kesejahteraan masyarakat meningkat,
menghemat devisa negara, mendorong untuk berfikir maju bagi masyarakat,
terbukanya usaha-usaha lain di luar bidang industry, dan penundaan usia
nikah.
2)
Dampak negative: terjadi pencemaran lingkungan, konsumerisme, hilangnya
kepribadian masyarakat, terjadinya peralihan mata pencaharian, terjadinya
urbanisasi di kota-kota, terjadinya permukiman kumuh di kota-kota.
d.
Faktor Pendukung & Penghambat
1)
Faktor pendukung: Indonesia kaya bahan mentah, jumlah tenaga kerja
tersedia cukup banyak, tersedia pasar dalam negeri yang banyak, iklim
usaha yang menguntungkan untuk orientasi kegiatan industry, tersedia
berbagai sarana maupun prasarana untuk industry, stabilitas politik yang
semakin mantap, banyak melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara
lain dalam hal permodalan, alih teknologi, letak geografis Indonesia yang
menguntungkan, kebijaksanaan pemerintah yang menguntungkan, kersedia
sumber tenagalistrik yang cukup.
2)
Faktor penghambat: penguasaan teknologi masih perlu ditingkatkan, mutu
barang yang dihasilkan masih kalah bersaing dengan negara-negara lain,
promosi di pasar internasional masih sangat sedikit dilakukan, jenis-jenis
barang tertentu bahan bakunya masih sangat tergantung dengan negara lain,
sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum merata di seluruh Indonesia,
modal yang dimiliki masih relatif kecil
3.
Pengelolaan Dalam Energi Terbarukan
a.
Tenaga Surya
Indonesia memiliki
potensi energi surya yang cukup besar mengingat letak geografisnya yang
berada pada daerah tropis. Berdasarkan data penyinaran matahari yang
dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia untuk
Kawasan Barat Indonesia (KBI) mencapai 4,5kWh/m 2/hari dengan variasi
bulanan sekitar 10%; untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m
2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Penyediaan energi surya di
Indonesia, telah diterapkan pengembangannya yaitu pengembangan energi
surya forovoltaik dan energi surya termal. Namun, karena kondisi geografis
Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau terpencil yang sangat sulit
terjangkau oleh jaringan listrik yang menggunakan tenaga surya. Serta
tingginya biaya modul surya yang masih menjadi komponen utama teknologi
energi surya fotovoltaik untuk diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu,
pada energi surya ini yang memiliki peran penting sebagai sumber tenaga
listrik.
b.
Panas bumi
Indonesia memiliki sumber energi panas bumi terbesar didunia (40% dunia)
karena sepanjang jalur gunung api aktif mulai dari Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan potensi panas
bumi terbesar di dunia. Namun, pemanfaatannya yang masih belum optimal.
Pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkitan tenaga listrik, saat ini
masih sangat kecil dibandingkan dengan pontensi sumber daya dan cadangan
yang ada, yaitu baru mencapai 1,189 MW atau sebesar 4% dari potensi yang
ada (Luluk, 2011) Berbagai inisiatif untuk mengembangkan energi terbarukan
yang ditujukan pada eksplotasi panas bumi dimana Indonesia pada tahun lalu
menandatangani perjanjian kerjasamanya dengan pemerintah Selandia Baru,
dimana pemerintah Selandia Baru telah aktif dalam mengembangkan energi
panas bumi yang telah berkontribusi hingga 70%. Sejumlah investor pun
baru-baru ini telah memasuki sektor dalam mengelola energi panas bumi,
diantaranya Jepang dan India. Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional telah
mentargetkan sebesar 9.500 MW pada tahun 2025 dari pembangkit listrik dari
panas bumi.
c.
Biofuel
Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pusat produksi biofuel, misalnya
pada cadangan biomass yang besar dari industry pertanian termasuk gula,
karet, dan minyak sawit. Walaupun pada saat ini masih banyak sumber
biofuel kita diekspor karena kualitas makanan yang tinggi. Bioetanol
Bioetanol telah menjadi rencana Indonesia untuk mengurangi impor energi
dan meningkatkan standar kualitas udara.
d.
Energi Angin
Berdasarkan proyek pengalaman yang dilakukan oleh Pemerintah Denmark pada
tahun 1991 yang memanfaatkan energi terbarukan pada perkembangan energi
angin dan energi matahari. Langkah-langkah yang dirilis oleh Pemerintah
Denmark sebagai langkah penting dalam menuju masa depan yang ramah
lingkungan, serta memiliki banyak pasokan energi berkelanjutan yang saat
ini telah diterapkan oleh Danish political thingking and priorities dan
diterima oleh penduduk dan industri di Denmark. Jadi, dengan memanfaatkan
tenaga angin lepas pantai sebagai era pasar baru yang masih menjadi dekade
pada saat ini.
e.
Biomass dan pengolahan biogas
Saat
ini, 85.5% sisa biomas datang dari industri kelapa sawit, seperti yang
ditunjukkan dalam pohon ara. Sumber-sumber biomass berbeda-beda dari buah
kue, serat-serat kosong, kerang palm koper itu yang masing-masing berisi
berbagai tingkat energi dan jumlah potensinya. Kelapa sawit telah
berpotensi yang sangat baik dalam memproduksi energi alternatif karena
calorific berisi. Dengan 50% efisiensi, biomass dari kelapa dapat
menghasilkan 8 Mtoe energi, dan dapat menyimpan RM 7,5 milyar per tahun
dari minyak mentah. Pada tahun 2007, untuk setiap hektar 4.3 juta hektar
perkebunan kelapa sawit, sekitar 50-70 ton sisa biomas dihasilkan. Selain
itu, kelapa sawit limbah pertanian lainnya seperti bagasse, tebu, sekam
dan nasi sisa limbah kayu juga memberikan kontribusi untuk total sisa
biomas. Pada Bulan Juli 2009, total 39 MW adalah di bawah dan konstruksi
diperkirakan kemungkinan adalah 1340 MW pada tahun 2030.
Di
Malaysia, biogas sering dihasilkan di bawah kondisi anaerobik menggunakan
fasilitas manajemen limbah. Konten energi biogas adalah terutama
bergantung pada metana konten. Berdasarkan studi pada Clean Development
Mechanism (CDM) kemungkinan dalam sektor limbah, ditemukan bahwa potensi
yang paling adalah degradasi anaerobik di mana terjadi dalam tingkat kota
praja pengurukan dan POME tambak udang. Potensi dengan ukuran yang relatif
dan pemulihan kuasa dan potensi panas untuk layak proyek-proyek yang
disajikan. Pada Bulan Juli 2009, total 4,45 MW adalah di bawah potensi dan
konstruksi biogas oleh 2028 adalah 410 MW.
Secara keseluruhan, sektor gas alam dan energi terbarukan memiliki
potensi pengembangan yang luar biasa. Langkah-langkah tersebut harus
didukung oleh semua kalangan pihak, tidak hanya pertamina, pemerintah,
stakeholders, ataupun perguruan tinggi di indonesia. Namun, hal tersebut
diperlukan upaya partisipasi masyakakat bangsa indonesia demi masa depan
energi baru dan terbarukan. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap
minyak, lakukan gerakan hemat energi dengan mengembangkan sektor gas alam
dan gas nonkonvensional serta mendiversifikasi energi-energi terbarukan
dengan percepatan rencana untuk mengeksplorasi sumber-sumber energi
terbarukan.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian pangan menurut UU nomor 18 tahun 2012 adalah segala segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan perikanan, peternakan baik yang di oleh maupun tidak di oleh
yang di peruntukan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia.
Di Indonesia, potensi pangan terdapat pada : Pertanian, Perkebunan,
Perikanan, Peternakan.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Potensi perindustrian adalah: Potensi goeografis penyedia bahan baku,
potensi dari hasil pertanian, perkebunan, hutan, barang tambang.
Konsep energi terbarukan mulai dikenal pada tahun 1970-an, sebagai upaya
untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar nuklir dan fosil.
Definisi paling umum adalah sumber energi yang dapat dengan cepat
dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Dengan
definisi ini, maka bahan bakar nuklir dan fosil tidak termasuk di
dalamnya.
Potensi energi di Indonesia yaitu : energi angin, Matahari, Air laut
Pasang, Panas Bumi, Tumbuhan, Biofuel, Air, Biomassa.
B. SARAN
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan karya tulis kami, maka
dari itu, kami sangat mengharapkan masukan agar karya tulis ini bisa
disempurnakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ketahananenergi.com/2016/05/definisi-ketahanan-energi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Industri
https://id.wikipedia.org/wiki/Ketahanan_pangan
http://nickname-online.blogspot.com/2017/05/materi-ketahanan-pangan-industri-energi.html
Post a Comment
0 Comments